RUMPI.png

JAKARTA - Masyarakat Indonesia ternyata belum menganggap <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/asuransi">keberadaan asuransi </a>sebagai kebutuhan yang penting, tampak dari tingkat inklusinya yang hanya mencapai 16,63%.&nbsp;Tak berbeda jauh dari tingkat inklusi, literasi pada sektor perasuransian di Indonesia juga hanya menyentuh level 31,72%. Hal ini berdasarkan data dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2022.&nbsp;Walau terbilang sangat rendah, tingkat inklusi perasuransian menempati peringkat ke-2 (dua) setelah perbankan dengan tingkat inklusi sebesar 74,03%.&nbsp;Adapun peringkat ke-3 ada sektor lembaga pembiayaan sebesar 16,13%, disusul pegadaian 11,88%, dana pensiun 5,42% dan terakhir pasar modal sebesar 5,19%.&nbsp;<ul><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/read/ka-feeder-terlambat-31-penumpang-kereta-cepat-whoosh-ditinggal">KA Feeder Terlambat, 31 Penumpang Kereta Cepat Whoosh Ditinggal</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/read/sektor-properti-2024-diprediksi-naik-turun">Sektor Properti 2024 Diprediksi Naik Turun</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/read/pengajuan-kpr-dan-kkb-di-bca-expo-2023-meningkat-50-persen-dari-tahun-lalu">Pengajuan KPR dan KKB di BCA Expo 2023 Meningkat 50 Persen dari Tahun Lalu</a></li></ul>Dikutip TrenAsia.com dari laman Nasional Reinsurance pada 20 Oktober 2023, ada dua faktor utama yang menyebabkan rendahnya tingkat inklusi asuransi di Indonesia.&nbsp;Faktor pertama yaitu asuransi yang belum menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat Indonesia. Dalam beberapa kesempatan bahkan terlihat bahwa asuransi adalah kebutuhan tersier dan menjadi satu kelompok dengan kebutuhan atas barang mewah. Hal ini disebut tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi di Indonesia yang masih belum merata.&nbsp;Kedua faktor yaitu tingkat kebutuhan dan tingkat ekonomi inilah yang menjadi penyebab kuat mengapa inklusi asuransi di Indonesia masih rendah.&nbsp;Asuransi sendiri merupakan salah satu produk jasa keuangan yang kompleks dan tidak mudah dipahami oleh orang awam.&nbsp;Banyaknya jenis asuransi yang mengcover risiko-risiko tertentu membutuhkan pemahaman tersendiri mengenai setiap produk yang ada.&nbsp;Edukasi dan sosialisasi dirasa wajib menjadi agenda rutin industri perasuransian untuk memberikan pemahaman. Karena tidak seperti produk jasa keuangan lainnya, produk asuransi memiliki banyak ketentuan yang menyangkut benefit dari produk yang dibeli tersebut.Baru-baru ini dalam konferensi pers <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/asuransi">Hari Asuransi </a>2023, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Iwan Pasila mengatakan pelaku industri perlu mengoptimalkan berbagai upaya untuk mendorong inklusi asuransi.&nbsp;Hal ini menurut Iwan penting dilakukan “untuk mengimbangi level Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya,” sebutnya.&nbsp;

RIZKY CHANDRA.png

insurance-benefits-protection-risk-security-service-concept.jpg

Bukti Orang Indo Belum Anggap Asuransi Penting, Tingkat Inklusinya Cuma 16,63 Persen

Masyarakat Indonesia ternyata belum menganggap keberadaan asuransi sebagai kebutuhan yang penting, tampak dari tingkat inklusinya yang hanya mencapai 16,63%. Tak berbeda jauh dari tingkat inklusi, literasi pada sektor perasuransian di Indonesia juga hanya menyentuh level 31,72%. 