Proses produksi dan formulasi produk tersebut berhasil mengurangi emisi CO2 hingga 50kg per ton.

Perdagangan sampah plastik lintas negara dimulai sejak 1970-an, ketika negara-negara maju mencari solusi atas keterbatasan tempat pembuangan akhir (TPA). Negara berkembang, termasuk Indonesia, sering menjadi tujuan sampah plastik ini, terutama untuk keperluan industri.

Meski memberikan banyak manfaat, industri kelapa sawit menghadapi kritik tajam, terutama terkait isu lingkungan dan sosial. Perluasan perkebunan sering kali dikaitkan dengan deforestasi, hilangnya biodiversitas, dan konflik lahan.

Kementerian Lingkungan Hidup (LH) bersiap memperketat persyaratan impor sampah kertas. Langkah tersebut beriringan dengan rencana pemerintah menyetop impor sampah plastik mulai 2025.